HIPAKAD ’63 Sumut Nilai Kanwil BPN Sumut Menyimpang dari Esensi GEMAPATAS, Ketum DPP GNI Desak Penegasan Batas HGU dan Tanah Rakyat
Medan – Ketua DPW HIPAKAD ’63 Sumatera Utara, Eddy Susanto, A.Md, menilai Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumatera Utara terkesan kelabakan dan berupaya menghindar dari substansi persoalan agraria di tengah masyarakat. Ia menyebut Kanwil BPN Sumut diduga memelintir fakta serta menyimpangkan tujuan dan esensi program GEMAPATAS (Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas) yang merupakan program resmi Kementerian ATR/BPN.
Menurut Eddy, GEMAPATAS sejatinya bertujuan untuk mengetahui dan meletakkan batas-batas yang jelas antara tanah negara dan tanah rakyat. Namun dalam praktiknya, batas-batas tersebut selama ini justru dinilai samar, tidak transparan, dan cenderung disembunyikan, baik oleh perusahaan perkebunan maupun oleh oknum di kantor pertanahan kabupaten/kota hingga kantor wilayah.
“Kondisi ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh perusahaan perkebunan negara maupun swasta untuk melakukan penguasaan lahan secara sewenang-wenang, bahkan dengan cara kekerasan dan tindakan keji. Masyarakat mengalami penggusuran pemukiman, perampasan tanah sawah dan ladang, serta penggunaan tanah negara tanpa pemasukan ke kas negara yang jelas merugikan negara hingga ratusan miliar bahkan triliunan rupiah,” tegas Eddy.
Surat Permohonan dan Perlindungan Masyarakat
Dalam Surat Permohonan dan Perlindungan, masyarakat secara langsung mendatangi Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Sumatera Utara untuk meminta verifikasi dan kepastian hukum atas tanah yang selama ini disengketakan.
1. Permintaan Penegasan Batas Tanah
Warga meminta agar dilakukan peletakan batas-batas tanah yang diklaim telah memiliki Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), karena klaim tersebut kerap mengganggu bahkan merusak pemukiman warga serta lahan sawah dan ladang masyarakat.
Eddy menjelaskan bahwa masyarakat telah menyurati Kanwil BPN Sumut pada 20 Oktober 2025, dan pihak Kanwil sempat mengeluarkan Nota Perintah Pengukuran Batas tertanggal 4 November 2025. Namun hingga kini, perintah tersebut tidak juga ditindaklanjuti.
Ironisnya, masyarakat justru diarahkan pada berbagai persyaratan yang dinilai tidak relevan dengan substansi pengaduan, mulai dari cerita pelepasan aset, pembayaran dana nominatif, hingga kewajiban administratif layaknya pembuatan sertifikat baru seperti PBB dan surat tidak sengketa.
“Padahal masyarakat datang karena sawah dan ladang mereka kerap diganggu bahkan dirampok oleh PTPN II/I dengan dalih klaim HGU Nomor 109, 103, dan 111. Kami melihat ada upaya memelintir persoalan untuk menghindari peletakan batas yang sesungguhnya,” ungkap Eddy.
2. Permintaan Verifikasi Sertifikat HGU
Selain penegasan batas, warga juga meminta verifikasi atas tiga Sertifikat HGU yang diklaim oleh PTPN II/I, yakni:
Sertifikat HGU Nomor 109
Kebun Sei Semayang, Desa Mulio Rejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli SerdangSertifikat HGU Nomor 103
Kebun Bulu Cina, Desa Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli SerdangSertifikat HGU Nomor 111
Kebun Helvetia, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang
Ketiga sertifikat tersebut dinilai kerap memicu konflik berkepanjangan antara masyarakat dan PTPN II/I akibat ketidakjelasan luas dan batas wilayah HGU serta minimnya transparansi dari Kantor Wilayah Pertanahan Sumatera Utara.
Janji Pernyataan Tertulis dari Kanwil BPN Sumut
Dalam pertemuan tersebut, Nova, Staf Bidang I Pengukuran Kanwil BPN Sumut, menyampaikan bahwa pihaknya akan memberikan pernyataan tertulis secara resmi kepada pemohon dan masyarakat pada tanggal 2 Januari 2026.
Eddy menegaskan bahwa HIPAKAD ’63 Sumut akan terus mengawal janji tersebut demi memastikan adanya kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.
Ketum DPP GNI Dukung Penuh Penegasan Batas Tanah
Sementara itu, Ketua Umum DPP GNI (Generasi Negarawan Indonesia), Rules Gajah, S.Kom, menyatakan dukungan penuh terhadap Badan Pertanahan Nasional agar segera melakukan pemasangan tanda batas yang jelas antara tanah warga/masyarakat adat dengan wilayah HGU yang masih aktif.
Rules Gajah menegaskan bahwa penegasan batas ini sangat penting agar tidak lagi terjadi tindakan penyerobotan lahan pertanian masyarakat, masyarakat adat, maupun kelompok tani yang telah mengusahai lahan tersebut secara turun-temurun.
“Kami berharap BPN Sumut dan BPN Kabupaten Deli Serdang tidak main-main dalam menjalankan program GEMAPATAS ini. Program ini harus dijalankan secara serius dan transparan untuk menghindari konflik agraria di kemudian hari,” ujar Rules Gajah.
Pernyataan tersebut disampaikan Rules Gajah saat ditemui wartawan di kantornya, Jalan Cempaka Raya Nomor 96, Kota Medan, pada Selasa, 23 Desember 2025.



.png)






Social Plugin